بسم الله الرحمن الرحيم
Tatacara Shalat Orang Yang Sakit
Sеgаlа рujі bаgі Allаh Rаbbul 'аlаmіn, ѕhаlаwаt dаn ѕаlаm аgаr dіlіmраhkаn kераdа Rаѕulullаh, kеluаrgаnуа, раrа ѕаhаbаtnуа, dаn оrаng-оrаng уаng mеngіkutіnуа ѕаmраі hаrі kіаmаt, аmmа bа'du:
Berikut pembahasan perihal tatacara shalat orang yg sakit, semoga Allah mengakibatkan penyusunan risalah ini ikhlas sebab-Nya dan berguna, Allаhummа ааmіn.
Shalat Orang Yang Sakit
Seorang yang terkena udzur, mirip karena sakit dan semisalnya yang menciptakan dirinya tidak bisa bangun, maka boleh baginya melaksanakan shalat dalam kondisi duduk. Jika beliau tidak bisa duduk, maka beliau boleh berbaring; dimana ketika ruku dan sujud ia berisyarat, dan menyebabkan sujudnya lebih rendah ketimbang rukunya. Hal ini menurut firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ
“Mаkа саmkаn Allаh dі wаktu bаngkіt, dі wаktu duduk, dаn dі wаktu bеrbаrіng.” (Qs. An Nisaa’: 103)
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu anhu dia berkata, “Aku tertimpa penyakit wasir, lalu aku mengajukan pertanyaan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam perihal shalat (dalam keadaan demikian), maka Beliau bersabda,
«صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ»
“Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka sambil duduk, dan jikalau tidak bisa, maka sambil berbaring.” (Hr. Jamaah Pakar Hadits selain Muslim. Imam Nasa’i menyertakan, “Jika tidak bisa, maka sambil telentang. Allah tidak tidak mengurangi beban seseorang kecuali sesuai kemampuannya.”)
Imam Tirmidzi rаhіmаhullаh berkata, “Sebagian Ahli Ilmu menyampaikan, “Orang yg sakit melaksanakan shalat sambil berbaring miring ke sebelah kanan.” Yang lain berpendapat, “Ia (orang yg sakit) melakukan shalat sambil telentang di atas tengkuknya dengan kedua kaki ke kiblat.”
Dari Jabir radhiyallahu anhu beliau berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang yg sakit, dilihatnya orang itu shalat di atas bantal, maka Beliau melempar bantal itu dan bersabda,
صَلِّ عَلَى الْأَرْضِ إنْ اسْتَطَعْتَ وَإِلَّا فَأَوْمِ إيمَاءً وَاجْعَلْ سُجُودَكَ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِكَ
“Shalatlah di atas tanah kalau engkau bisa. Jika tidak, maka berisyaratlah, dan jadikanlah sujudmu lebih rendah dibandingkan dengan rukumu.” (Hr. Baihaqi dengan sanad yang besar lengan berkuasa, tetapi Abu Hatim menshahihkan mauqufnya sampai pada Jabir, namun Syaikh Samir Az Zuhairi menshahihkan marfunya sebagaimana dalam tahqiqnya terhadap Bulughul Mаrаm, demikian pula Syaikh Al Albani dalam Tаmаmul Mіnnаh, ia berkata, “Al Hafizh dalam At Talkhish mengkritik pernyataan Abu Hatim, bahwa ada tiga orang tsiqah (terpercaya) yang meriwayatkan secara marfu (dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam), dimana dia (Al Hafizh) mengisyaratkan bahwa yang benar ialah marfu, dan memang demikian. Akan tetapi hadits ini memiliki cacat lain, merupakan tadlis Abuz Zubair dari Jabir sebagaimana yg saya (Al Albani) sebutkan dalam Tаkhrіj Shіfаt Shаlаt Nаbі ѕhаllаllаhu аlаіhі wа ѕаllаm, tetapi hadits ini memiliki jalur-jalur lainnya serta syahid dengan sanad yg shahih dari Ibnu Umar, sehingga tidak ragu lagi bahwa marfunya hadits ini terhadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam ialah shahih sebagaimana yang aku terangkan di sana dan aku sebutkan takhrijnya dalam Aѕh Shаhіhаh no. 323.”)
Yang dijadikan standar dalam hal tidak mampu ialah merasakan kepayahan, atau khawatir bertambah sakitnya, atau tertunda sembuhnya, atau menciptakan kepalanya pening.
Adapun cara shalat sambil duduk ialah dengan cara duduk sila. Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Aku menyaksikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat sambil bersila.” (Hr. Nasa’i, dishahihkan oleh Hakim dan Ibnu Khuzaimah)
Para ulama berkata, “Cara bersila merupakan dengan menimbulkan bab bawah kaki kanannya di bawah paha kirinya dengan damai, sedangkan kedua telapak tangannya di atas lututnya, sambil membuka jari-jemarinya seperti ketika ruku.”
Dan boleh duduknya mirip duduk ketika tasyahhud.
Al Hafizh dalam Fаthul Bаrі berkata, “Namun diperselisihkan mengenai posisi yang lebih penting. Menurut Imam yg tiga ialah bersila, yang yang lain menyampaikan iftirasy, sedangkan lainnya lagi tawarruk.”
Adapun cara shalat orang yg tidak sanggup bangkit dan duduk ialah dengan cara shalat berbaring miring (ke sebelah kanan menghadap kiblat). Jika tidak mampu, maka dengan telentang dengan kedua kaki ke kiblat sesuai kemampuannya. Inilah yg diseleksi Ibnul Mundzir. Ada hadits yang menyebutkan cara di atas yang diriwayatkan oleh Daruquthni namun dhaif (tidak shahih), yg artinya, “Seorang yang sakit shalat sambil bangun jikalau bisa. Jika tidak bisa, maka sambil duduk, dan jika tidak mampu sujud, maka berisyarat dengan kepalanya, dimana dia jadikan sujudnya lebih rendah dibandingkan dengan rukunya. Jika tidak bisa shalat sambil duduk, maka ia shalat sambil berbaring ke sebelah kanan sambil menghadap kiblat. Jika tidak mampu berbaring ke sebelah kanan, maka ia shalat sambil telentang dengan menghadapkan kedua kaki ke arah kiblat.”
Sebagian ulama berpendapat, bahkan orang yang sakit melaksanakan shalat dengan cara yang mudah baginya.
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Zhahir hadits-hadits yg ada menunjukkan, bahwa jika tidak mampu berisyarat bagi orang yang telentang, maka tidak diwajibkan berbuat apa-apa.”
Ringkasan Tatacara Bersuci Orang Yang Sakit
1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Oleh alasannya adalah itu, dia mesti berwudhu’ sebab hadats kecil dan mandi alasannya hadats besar.
2. Jika dia tidak sanggup bersuci dengan air karena ketidaksanggupannya, atau takut bertambah sakitnya atau bertambah lama sembuhnya, maka ia bertayammum.
3. Cara tayammum ialah beliau tepuk bumi yg suci dengan kedua tangannya sekali tepuk, lalu beliau usap seluruh mukanya, lalu beliau usap kedua telapak tangannya yang satu dengan lainnya.
4. Jika beliau tidak sanggup bersuci sendiri, maka orang lain yang mewudhukannya atau mentayammumkannya.
5. Jika pada sebagian anggota tubuh yg harus dibasuh terdapat luka, maka ia cuci dengan air. Tetapi bila membasuh dengan air menjadikannya sakit, maka dia usap saja, adalah dia basahkan tangannya dengan air, lalu beliau lakukan tangannya ke atasnya, tetapi bila mengusapnya malah membuatnya sakit, maka dia mentayammumkannya.
6. Jika pada salah sesuatu anggota badannya ada yg patah yg diikat dengan kain atau digip, maka dia usap atasnya dengan air sebagai ganti dari membasuhnya, dan tidak butuhbertayammum, alasannya mengusap ialah ganti dari membasuh.
7. Boleh bertayammum ke dinding atau ke atas sesuatu yang suci yg mempunyai debu. Tetapi kalau dindingnya dicat, maka dia dihentikan bertayammum kepadanya kecuali jikalau ada debunya.
8. Jika tidak memungkinkan bertayammum ke bumi, dinding atau sesuatu yang yang lain yg mempunyai bubuk, maka tidak mengapa diletakkan tanah dalam suatu wadah atau sapu tangan, dimana beliau bertayammum darinya.
9. Apabila beliau bertayammum bagi shalatnya dan masih di atas kesuciannya hingga waktu shalat selanjutnya, maka dia (boleh) melaksanakan shalat itu dengan tayammum pertama, dan tidak butuhmengulangi tayammumnya buat shalat kedua, karena dia terus di atas kesuciannya dan tidak mendapatkan sesuatu yg membatalkannya.
10.Orang yg sakit wajib membersihkan badannya dari najis. Jika tidak mampu, maka dia tetap shalat di atas keadaannya itu dan shalatnya sah tidak butuhdiulangi.
Kompendium Tatacara Shalat Orang Yang Sakit
1. Orang yang sakit wajib melakukan shalat fardhu dengan bangun, meskipun bersandar ke dinding atau ke tiang atau dengan tongkat.
2. Jika tidak sanggup shalat berdiri, hendaklah ia shalat sambil duduk. Pada waktu bangkit dan ruku' semestinya duduk bersila, sedangkan pada waktu akan sujud, semestinya beliau rubah duduknya menjadi iftirasy (seperti duduk ketika tasyahhud permulaan) semoga mampu melaksanakan sujud dengan sempurna.
3. Jika tidak mampu shalat sambil duduk, boleh shalat sambil berbaring, bertumpu pada segi tubuh kanan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dibandingkan dengan segi kiri. Jika tidak memungkinkan buat menghadap ke kiblat, boleh menghadap ke mana saja dan tidak butuhmengulangi shalatnya.
4. Jika tidak mampu shalat sambil berbaring, ia boleh shalat sambil terlentang dengan menghadapkan kedua kaki ke kiblat. Yang lebih penting adalah dengan mengangkat kepala sedikit buat menghadap kiblat. Jika tidak mampu menghadapkan kedua kakinya ke kiblat, dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.
5. Orang sakit wajib melaksanakan ruku' dan sujud. Jika tidak sanggup, cukup dengan membungkukkan badan pada waktu ruku' dan sujud, dan dikala sujud hendaknya lebih rendah dari ruku'. Jika sanggup ruku' saja dan tidak sanggup sujud, ia boleh ruku' saja dan menundukkan kepalanya saat sujud. Demikian juga sebaliknya, jikalau dia sanggup sujud saja dan tidak mampu ruku, dia boleh sujud saja dan dikala ruku ia menundukkan kepala.
6. Jika tidak mampu berisyarat dengan kepala di waktu ruku dan sujud maka boIeh berisyarat dengan mata, yaitu dengan memejamkan mata sedikit dikala ruku' dan dengan memejamkan lebih kuat ketika sujud. Adapun aba-aba dengan telunjuk, mirip yg dikerjakan sebagian orang yg sakit adalah keliru.
7. Jika tidak sanggup shalat berisyarat dengan kepala atau berisyarat dengan mata, hendaknya ia shalat dengan hatinya, beliau bertakbir, membaca Al Qur’an dan berdzikr shalat yg lain, beliau berencana ruku' ketika ruku’, berencana sujud dan sebagainya. Masing-masing orang mulai diberi pahala sesuai dengan niatnya.
Wаllаhu а’lаm, wа ѕhаllаllаhu ‘аlаа nаbіууіnаа Muhаmmаd wа ‘аlаа ааlіhі wа ѕhаhbіhі wа ѕаllаm.
Marwan bin Musa
Mаrаjі’: Fіԛhuѕ Sunnаh (Syaikh Sayyid Sabiq), Subuluѕѕаlаm (Imam Ash Shan’ani), Mаktаbаh Sуаmіlаh mоdеl 3.45, Tаmаmul Mіnnаh (Sуаіkh M. Nаѕhіruddіn Al Albаnі), Kаіfа уаtаthаhhаrul mаrііdh wа уuѕhаllі (Sуаіkh Ibnu ‘Utѕаіmіn), dll.
Posting Komentar